Gbr: Samantha Penn (dok. foxnews) _________
Setiap orang seharusnya punya T-sel yang membantunya melawan infeksi penyakit. Tapi tidak bagi Samantha Penn, ia tidak memiliki sel T dalam sistem kekebalan tubuhnya yang membuat ia sulit bertahan hidup tanpa transplantasi.
Samantha Penn yang lahir tahun 2009 mulai mengembangkan pilek dan infeksi yang terus menerus ketika berusia 1 tahun. Saat itu dokter tidak tahu mengapa anak ini sulit sekali sembuh dari penyakitnya. Orangtuanya pun, Sara dan Jeremy Penn mulai khawatir anaknya memiliki kondisi medis yang fatal.
Pada awal tahun 2011, saat Samantha berusia 18 bulan ia dibawa ke ruang gawat darurat karena mengalami demam tinggi. Ketika melakukan berbagai pemeriksaan diketahui Samantha memiliki SCID (severe combined immunodeficiency disorder) yaitu tidak adanya T-sel dalam sistem kekebalan tubuh.
Namun sayangnya, ia tidak bisa pulih dari berbagai infeksi yang mendera tubuhnya hingga akhirnya Samantha meninggal 2 bulan kemudian. Para ahli mengungkapkan jika pasien tidak mendapatkan transplantasi sumsum tulang, maka anak-anak dengan SCID ini tidak bisa bertahan hidup hingga usia 2 tahun.
"Itu hal yang paling membuat frustasi dan menyebalkan, karena jika diskrining saat baru lahir hal ini dapat menyelamatkannya dari penyakit yang menyedihkan," ujar Jeremy Penn, seperti dikutip dariFoxnews, Selasa (3/4/2012).
Selain kekurangan atau tidak memiliki T-sel, pasien SCID ini juga tidak memiliki kemampuan untuk membuat antibodi, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Namun tes darah sederhana saat kelahiran bisa mendeteksi penyakit ini yang memungkinkan bayi dirawat sebelum ada infeksi masuk.
"Diduga ada banyak pasien SCID yang tidak terdiagnosis dan dianggap kematiannya akibat pneumonia atau meningitis. Dan SCID ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan karena terkait dengan kromosom X," ujar Dr Rebecca Buckley, ahli SCID dan imunologis dari Duke University.
Dr Buckley menuturkan jika transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan pada usia 3,5 bulan, tidak mendapatkan kemoterapi dan belum terkena infeksi, maka tingkat keberhasilannya untuk bertahan hidup sebesar 94 persen.
"Namun jika seorang anak tidak terdiagnosis dan infeksi mulai masuk ke dalam tubuh, maka biaya perawatan bagi anak ini akan meroket dan harapan hidupnya semakin kecil," ungkapnya.
Sementara itu Marcia Boyle, Presiden IDF (Immune Deficiency Foundation) menuturkan diagnosis SCID sejak awal tidak hanya menyelamatkan nyawa, tapi juga menghemat biaya perawatan kesehatan jangka panjang.
"Jika itu berhasil diidentifikasi dan diobati sejak dini, maka pasien bisa tetap normal, sehat, tidak mengalami kerusakan organ dan hidup secara produktif," ujar Boyle. [sumber: health.detik.com]
Setiap orang seharusnya punya T-sel yang membantunya melawan infeksi penyakit. Tapi tidak bagi Samantha Penn, ia tidak memiliki sel T dalam sistem kekebalan tubuhnya yang membuat ia sulit bertahan hidup tanpa transplantasi.
Samantha Penn yang lahir tahun 2009 mulai mengembangkan pilek dan infeksi yang terus menerus ketika berusia 1 tahun. Saat itu dokter tidak tahu mengapa anak ini sulit sekali sembuh dari penyakitnya. Orangtuanya pun, Sara dan Jeremy Penn mulai khawatir anaknya memiliki kondisi medis yang fatal.
Pada awal tahun 2011, saat Samantha berusia 18 bulan ia dibawa ke ruang gawat darurat karena mengalami demam tinggi. Ketika melakukan berbagai pemeriksaan diketahui Samantha memiliki SCID (severe combined immunodeficiency disorder) yaitu tidak adanya T-sel dalam sistem kekebalan tubuh.
Namun sayangnya, ia tidak bisa pulih dari berbagai infeksi yang mendera tubuhnya hingga akhirnya Samantha meninggal 2 bulan kemudian. Para ahli mengungkapkan jika pasien tidak mendapatkan transplantasi sumsum tulang, maka anak-anak dengan SCID ini tidak bisa bertahan hidup hingga usia 2 tahun.
"Itu hal yang paling membuat frustasi dan menyebalkan, karena jika diskrining saat baru lahir hal ini dapat menyelamatkannya dari penyakit yang menyedihkan," ujar Jeremy Penn, seperti dikutip dariFoxnews, Selasa (3/4/2012).
Selain kekurangan atau tidak memiliki T-sel, pasien SCID ini juga tidak memiliki kemampuan untuk membuat antibodi, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Namun tes darah sederhana saat kelahiran bisa mendeteksi penyakit ini yang memungkinkan bayi dirawat sebelum ada infeksi masuk.
"Diduga ada banyak pasien SCID yang tidak terdiagnosis dan dianggap kematiannya akibat pneumonia atau meningitis. Dan SCID ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan karena terkait dengan kromosom X," ujar Dr Rebecca Buckley, ahli SCID dan imunologis dari Duke University.
Dr Buckley menuturkan jika transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan pada usia 3,5 bulan, tidak mendapatkan kemoterapi dan belum terkena infeksi, maka tingkat keberhasilannya untuk bertahan hidup sebesar 94 persen.
"Namun jika seorang anak tidak terdiagnosis dan infeksi mulai masuk ke dalam tubuh, maka biaya perawatan bagi anak ini akan meroket dan harapan hidupnya semakin kecil," ungkapnya.
Sementara itu Marcia Boyle, Presiden IDF (Immune Deficiency Foundation) menuturkan diagnosis SCID sejak awal tidak hanya menyelamatkan nyawa, tapi juga menghemat biaya perawatan kesehatan jangka panjang.
"Jika itu berhasil diidentifikasi dan diobati sejak dini, maka pasien bisa tetap normal, sehat, tidak mengalami kerusakan organ dan hidup secara produktif," ujar Boyle. [sumber: health.detik.com]
dindin 03 Apr, 2012
noreply@blogger.com (admin) 03 Apr, 2012
-
Source: http://blog-gugling.blogspot.com/2012/04/cepat-sakit-karena-tak-punya-sistem.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com